In Front Of You

In Front Of
You

Oleh :
MEGA LUNA SULIZTIA
X1 MIA EKONOMI 2

Brruuukkk! “Aduuhhh! berani banget sih kamu nabrak aku! Kamu punya mata gak sih?” teriakku pada seorang lelaki yang wajahnya begitu familiar bagiku tetapi aku tidak mengingatnya. Lelaki itu menatapku dengan wajah yang ketakutan, tapi aku tak peduli apa yang sedang dia rasakan. Entah mengapa hari ini aku benar-benar sial . Ya, benar-benar sial. Kulangkahkan kakiku pergi meninggalkannya seorang diri dengan wajah yang pucat, mungkin karena takut padaku.
Wajah itu, ya wajah itu.. “aahhh! aku tidak bisa mengingatnya, seperti kukenal tapi entah siapa” ucapku dalam hati sambil memegang kepala kananku. Rasa pusing itupun menjadi-jadi, rasa penasaran tentang lelaki itu memenuhi memoriku dan bertebaran dikepalaku. Kusandarkan sejenak punggungku pada salah satu tiang disekolah ini untuk mengurangi beban yang telah letih ditopang oleh kakiku. Dan dari kejauhan sana kulihat sahabatku hendak menghampiriku. Tetapi semakin lama aku melihatnya pandanganku semakin buram dan gelap, dan akhirnya gelap, gelap sepenuhnya.
Samar-samar kudengar suara sahabatku sedang bercakap-cakap dengan seseorang, kubuka mataku secara perlahan, dengan dahi yang mengkerut kuperhatikan sesosok pria dihadapan Kayla sahabatku itu.
“Astaga mengapa dia ada disini? Dan.. apa yang terjadi padaku? Ruangan ini.. siapa yang membawaku kesini?” ucapku dengan penuh tanda tanya.
“Sssstttt! Kamu ini emang cerewet ya, gimana? Udah puas tidurnya?”
“Tidur?” tanyaku balik. “Tadi kamu pingsan, setelah kamu dibawa ke uks kamu malah gak sadar-sadar, jadi aku izin untuk membawamu ke rumah sakit. Aku takut kamu kenapa-kenapa, semenjak….”
“Aaayyyy!! Sssttt!” potongku, karena aku sudah tau apa yang akan Kayla ucapkan.
“Iya aku tau, sorry sayang. Untung saja ada Dave yang mengangkatmu, kalau tidak uhhh mungkin lengan-lenganku sudah patah. Berterima kasihlah padanya” ujarnya
“Padanya? Gak! Gak akan keluar kata-kata terima kasih dari mulutku untuknya sebelum dia meminta maaf padaku.Dave ? Percuma nama kamu sebagus itu tapi nyatanya parasmu sangat buruk!”. Bentakku dengan tatapan sinis pada lelaki itu. Aku langsung bangkit dari kasur dan berniat mengambil handphoneku yang terletak diatas meja. Dengan heran Kayla menatapku atas sikapku yang seperti itu. Kuturunkan kakiku yang hendak melangkah. Tapi apa daya kakiku terasa lemas, itu membuatku hampir terjatuh, tak disangka Dave langsung merangkulku dan menggendongku menuju sofa. Ketika itu juga tiba-tiba dia berbisik ketelingaku “maafkan aku atas semua yang telah kulakukan padamu, aku akan membalasnya suatu saat nanti” ucapnya dengan lembut.
“Maksudmu?” tanyaku bingung.
“Tak apa, aku hanya bilang semoga kamu cepat sembuh” ucapnya lirih. “Kalau begitu aku pamit duluan, aku masih ada ulangan hari ini, jaga Naya baik-baik ya Ay” tambahnya.
“Oh iya, tentu. Thankyou ya Dave, aku gak tau deh apa jadinya tadi kalau gak ada kamu” ucap Naya sambil tertawa pelan.
“Ya sudah, sana cepat pergi! Untuk apa kamu masih disini?” usirku kasar.
“Nay! Kamu gak boleh gitu dong, seenggaknya kamu bilang makasih atau hati-hati atau apalah”
“Aku kan sudah bilang, aku gak akan berterima kasih padanya, kamu kenapa sih?” tanyaku
“ Kenapa? Kamu yang kenapa?! Kamu tiba-tiba jadi jutek, marah-marah dan kasar sama orang baru. Dia baru 1 hari disekolah kita dan kamu udah ngasi kesan yang buruk padanya! Ingat, siapa yang membantuku membawamu kesini” Ocehan Kayla yang panjang lebar seperti ibu-ibu pun akhirnya keluar.
Aku terdiam, aku sudah terbiasa mendengar ocehan panjang lebar yang selalu keluar dari mulut sahabatku itu. Kulihat lelaki itu masih berdiri diujung pintu, mungkin dia memperhatikan aku dan Kayla berdebat sedari tadi. Dia hanya tersenyum menatapku, senyum yang manis, tapi entah kenapa aku benci melihatnya dan enggan mengenalnya.
“Maaf ya Dave, mungkin Naya lagi pms makaknya sensi banget. Kamu hati-hati ya” ucap Kayla. Lagi-lagi Dave hanya tersenyum lalu menghilang dibalik pintu sana.

Continue reading

Fall’s Secret (Rahasia musim gugur)

Fall’s Secret (Rahasia musim gugur)

Hoam! Mataku mulai terbuka dengan perlahan, mencermati di setiap sudut kamar yang baru dua hari ku singgahi. Ku lemparkan tatapanku keluar jendela. Langit yang tadinya gelap dan di selimuti jutaan benda berkilau, kini telah berganti warna menjadi keemasan, karena sang surya yang tadinya bersembunyi, menendang pergi penguasa malam dan keluar dari singgasananya. Hari ini tepat dua tahun aku menjadi warga negara Britania Raya atau lebih dikenal dengan sebutan Inggris. Aku mulai memutuskan untuk meninggalkan Tanah Air sejak kejadian yang hampir saja merenggut nyawaku. Malam itu aku sekeluarga mengalami kecelakaan mobil yang teramat dahsyat, mobil yang kami kendarai terpeleset dan terseret hingga ke bawah bus. Aku menangis dan berteriak seperti anak kecil, kulihat tatapan teduh ibuku, mencoba untuk menenangkanku dari malam yang mencekam itu, kogoyahkan tubuh ayahku mencoba untuk membangunkannya sambil memeluk ibuku yang darahnya tetap mengalir tanpa henti dari kepalanya, tak pernah kusangka itulah terakhir kali aku melihat kedua orang tuaku. Malamku terasa tak berbintang semenjak kejadian itu, hidupku hancur, senyumku mulai memudar dan bahkan tak ada lagi senyum tersungging di bibirku. Untung saja salah seorang Pamanku dengan lapang dada mengangkatku menjadi anak asuhnya dan membawaku ke negara dangan empat musim ini. Dan satu minggu yang lalu tepatnya saat awal musim gugur, semenjak aku diterima untuk melanjutkan studi di Oxford University jurusan Health and Medicine aku memilih untuk tidak merepotkan Pamanku di London dan hidup sendiri dengan cara menyewa apartemen.
Pagi ini selalu sama dengan pagi-pagi sebelumnya sebagai seorang mahasiswi aku harus menjalankan rutinitasku, berat sekali rasanya untuk meninggalkan kasur empukku, dengan gontai aku berjalan menuju kamar mandi. Kuraih sikat gigi yang berada di depanku dan mengoleskannya dengan pasta gigi rasa mint favorit ku. Sembari menyikat gigi, aku merogoh kantong piyama ku dan berusaha mengambil ponsel yang sedari tadi berdering. “Karin” nama itu terpampang dilayar ponselku. Dia adalah teman sekaligus orang pertama yang aku kenal sejak pertama aku mendarat di Inggris. Sambil berkumur ku tekan tombol hijau pada layar ponselku.
“Hey lyn, where are you?” ucapnya dari kejauhan, dengan aksen inggris yang biasa ia lanturkan.
“Kamar mandi nih, kenapa? Lo ganggu aja deh” balasku kesal dan tentunya menggunakan bahasa inggris yang sudah fasih ku gunakan.
“Gila lu ya! dosen udah mau dateng, lu masih nongkrong aja di kamar mandi, buruan ke sini deh” seru Karin dan langsung mematikan telponnya.
Aku terperanjat kaget dan menaruh perhatian pada jam dinding di ruang tv apartemenku, jam 08:38 dan aku masih terpenjara dalam keadaan dibawah rata-rata. Dengan terburu aku bergegas mengganti piyamaku menjadi baju casual musim gugur dan berlari keluar apartemen, untung saja kampusku hanya berjarak kurang lebih seratus meter dari apartemenku dan mungkin saja pemborosan waktu yang aku lakukan tidak terlalu fatal.
Sesampainya di koridor, aku segera bergegas menuju gedung Health and Medicine Faculty *fakultas kedokteran* dengan pandangan dan pikiran yang saat ini berantakan, aku berlari sekuat tenaga dan…”Bruk!!” kurasakan benturan cukup keras pada pundakku yang menyebabkan tubuhku yang mungil ini terpental dan berlutut pada orang yang baru saja kutabrak.
“Sorry, gue nggak sengaja. Gue lagi buru-buru” desakku sopan sambil mencoba untuk berdiri.
”Makanya lain kali gausah pake lari, udah berasa atlet? Pake nabrak lagi! punya mata tuh di pake buat ngeliat” cetus laki-laki itu sambil mengambil cat warnanya yang sudah berserakan dilantai. Kalau saja aku tidak terburu-buru seperti situasi ini, sudah ku hajar pria itu karna berani merendahkanku dan membuat ku malu di depan umum.
”Maaf” tuturku dengan geram sambil menunduk dan meninggalkannya. Entah mengapa saat aku berniat untuk pergi, jantungku terasa ingin loncat, kurasakan jantungku berdetak tak beraturan, keringat mulai membasahi tengkuk dan telapak tanganku, badanku terasa ringan, kakiku melemas dan aku melupakan segalanya.
#
Suara troli rumah sakit berkejaran seperti sedang di buru setan. Bau obat terlalu menyengat hingga menusuk indra penciumanku, ku coba untuk membuka mata secara perlahan ‘putih’ hanya itu yang kulihat. “Disurgakah aku?” benakku. Ku kedipkan mataku berulang-ulang  sambil mencermati sekelilingku.
”Evelyn!!! aduh lu akhirnya sadar juga, lu pingsan udah tiga jam tau nggak?” teriak Karin disamping telingaku. Ah sial! teriakan Karin membuatku kaget dan sadar dari andai-andaiku dan menyadari bahwa aku sedang berada di klinik fakultas kedokteran bukan di surga.
Aku tersenyum pada sahabatku itu dan berkata “Gue kenapa? Kok bisa ada disini?”. Sambil berusaha berdiri dan menyandarkan punggungku di bantal.
“Tadi lo pingsan pas nabrak gue, ya gue bawa aja kesini dari pada ntar kalo lo mati gue jadi tersangkanya. Dan nih anak malah ngikut aja. katanya sih temen lo, gue ragu kalo dia temen lo jadi gue tungguin aja sampe lo sadar, dan karna dia memang temen lo sekarang gue mau balik aja, gue ada jam kuliah nih. Bye!” cerocos pria yang tak kusadari kehadirannya itu dengan panjang lebar membuatku harus berpikir dan mencerna ucapannya yang begitu cepat dan panjang. Pria itu berniat pergi kearah pintu keluar. Namun, spontan ku raih tangannya, seperti dalam adegan romantis di sinetron yang sering ku tonton.Ah dasar korban sinetron! Pria itu menoleh kearahku sambil mengernyitkan dahi. Bodohnya aku, apa yang aku lakukan?! Mengapa aku bisa melakukan hal bodoh ini dihadapannya. Jantungku lagi-lagi berdegup lebih kencang. Aku memutar otak untuk mencari celah agar bisa keluar dari situasi setegang ini. Aku kembali memperhatikan wajahnya dengan seksama. Memandang wajahnya-membuang pandanganku-memandang wajahnya-membuang pandanganku dan….sepertinya aku mengenali pria ini, tapi siapa dia?.
“Thanks” hanya itu yang keluar dari bibirku. Tanpa basa-basi pria itu melepaskan genggamanku dan pergi sambil mengangkat bahu. Sh*t!
Karena penasaran apa yang sebenarnya terjadi pada diriku, tanpa sepengetahuan Karin aku pergi menghampiri dokter dan bertanya apa yang sebenarnya terjadi padaku, Mengapa tiba-tiba jantungku berdetak tak karuan dan aku tergeletak pingsan. Dokter pun sebenarnya belum mengetahui kondisi ku secara rinci, ia hanya berkata terjadi sedikit kesalahan pada jantungku dan ia bertanya “Apa kau pernah melakukan transplantasi jantung?”
Aku tersentak dan berkata “Maaf dok, memang aku pernah mengalami kecelakaan dua tahun lalu, tapi aku rasa jantungku masih baik-baik saja, memangnya ada apa?”
“Tubuhmu mengalami sedikit penolakan yang sampai saat ini belum di ketahui penyebabnya” sahutnya sambil memainkan bolpoin yang ada pada genggamannya.
“Apa kau pernah melakukan transplantasi jantung?” Ucapan dokter tadi masih terngiang di otakku. Setahuku saat kecelakaan dua tahun lalu aku hanya terbaring dalam kondisi koma selama tiga bulan di ranjang Rumah Sakit dan untuk pertama kalinya aku melihat dunia ‘lagi’ tak ada yang memberitahuku bahwa jantungku di ganti dengan jantung orang lain. Jutaan pertanyaan berkecamuk di otakku, tak sabar ku hujani ribuan pertanyaan ini pada pamanku, karena hanya dialah yang akan menjadi kunci semua permasalahan ini. Sedari tadi aku mencoba menghubungi pamanku sambil mondar-mandir layaknya setrika dan menunggu ada jawaban dari Uncle Josh. Mustahil tak ada jawaban darinya, hanya ada satu pesan masuk yang berbunyi

Yak Om Josh memang sangat sibuk sebagai menteri keuangan di negara maju seperti ini, dan tentunya ia akan susah untuk mendapatkan waktu luang. Awalnya aku ingin menghampiri om Josh di kediamannya, tapi ku kurungkan niatku saat mengingat jarak dari kota Oxfordshire ke Downing street no.10 Whitehall, City of Westminster, London memakan waktu hampir dua jam. Setelah dipikir-pikir aku tidak semestinya mengganggu Om Josh, pasti akan ada waktu yang tepat untuk membicarakan hal ini padanya. Toh dia juga sudah berjanji akan menghubungiku nanti. Aku pun membalas pesan singkatnya sebelum aku merangkak naik ke tempat tidurku.

#
“Haiii Evelyn!!” teriak Karin dari kejauhan sambil berlari mendekatiku.”Kok lo udah masuk? Lo nggak apa-apa kan?” tukasnya cemas.
“Yaps! Kayak yang lo liat saat ini, gue baik-baik aja kan” jawabku santai sambil mengedipkan sebelah mataku centil.
“Sukur deh kalo gitu, oh iya kemaren lo kok bisa bareng Carlos?” sidiknya padaku. Dan dengan spontan aku menjawab “Carlos? Who?”
“Ituloh yang kemaren nganter lo ke klinik, dia itu kan anak Art and Design yang lukisannya sering ikut pameran sampe luar negeri, beruntung banget lo ketemu dia, ternyata dia lebih tampan dari yang sering dibicarakan” ungkap Karin menatap lurus, yang menurutku pasti sedang ngelantur, bahwa orang yang disebutnya Carlos itu adalah pangeran berkuda yang sedang mencari permaisuri.
“Oh jadi cowok ngeselein itu namanya Carlos” ucapku sambil mengingat kejadian kemarin.
“Iya Lyn, ngeselin kenapa? Dia baik kok. Oh iya kata dia kemaren lo tiba-tiba pingsan gitu, kenapa?” sanggahnya cepat sambil menatapku.
“ Entahlah. gue juga bingung pas gue liat mata tuh cowok tiba-tiba aja jantung gue rasanya mau copot, kayaknya gue kenal sama tuh cowok, tapi siapa yaa” terawangku.
“ Yaiyalah lu tahu, siapa sih yang nggak tau Carlos. Udah ah kita ke ruangan aja, lima menit lagi masuk nih” ajak Karin sambil menggandeng tangan kiriku.
Memang benar kata Karin, siapa yang tidak kenal Carlos? pria tampan dengan sejuta talenta yang dimilikinya, tapi aku merasa hubunganku dengannya bukan sekedar kenal. Aku yakin aku mengenalnya lebih dari sekedar yang di ungkapkan Karin, tapi itu adalah kali pertama aku bertatap muka dengannya. Bagaimana bisa aku mengatakan aku mengenalnya? Aku berusaha mengingat apa aku benar-benar tahu siapa Carlos sebenarnya. Tapi usahaku tidak membuahkan hasil. Apa iya aku menderita amnesia anterograde dan retrograde secara bersamaan sehingga aku tidak mampu mengingat semuanya?
#
Tampak jelas hamparan hijau rerumputan kota Oxford, dengan rumah khas pedesaan Inggris dan ternak yang sedang merumput. Bentang alam pedesaan di Inggris memang memiliki pesona yang khas terutama di Oxford City ini. Angin melambai sembari membelai manja pipiku, tampak jelas daun-daun maple berwarna kemerahan berjatuhan dan menghilangkan jutaan jejak kaki di sepanjang jalan. Inilah sebabnya aku menyukai musim gugur, angin dengan kicauan burung dan dihiasi hujan daun maple benar-benar membuatku tenang. Saat ini aku sedang berada di puncak Oxford Castle Unlocked. Aku terduduk di kursi taman sembari memikirkan ucapan Om Josh yang sempat aku temui saat aku ke London satu bulan lalu, tepatnya di bawah kerlapan lampu warna-warni di Big Ben Clock Tower. “Maaf Evelyn, itu memang benar. Jantung yang berada di tubuhmu bukan lah jantung milikmu. Jantung itu milik Claudia, wanita baik hati yang saraf otaknya sudah mati akibat trauma. Kamu tentu tahu Carlos kan? Yah! Claudia adalah tunangan Carlos semasa di Collage*SMA*. Mereka saling menyayangi tapi entah apa yang terjadi pada saraf Claudia sampai keluarganya mendonorkan jantungnya padamu saat kamu mengalami gagal jantung akibat kecelakaan itu”
“Hey!” terdengar suara pria dengan nada berat yang dengan mudah membuyarkan lamunanku. Saat aku menoleh mencari dari mana sumber suara itu betapa terkejutnya aku melihat Carlos sedang duduk di sebelahku dengan kanvas ukuran 60x45cm lengkap dengan alat lukis di hadapannya. Jantung ini lagi-lagi berdegup kencang setiap aku menyadari Carlos ada disekitarku, kepala ku tiba-tiba saja pusing, dan keringat lagi-lagi membasahi tubuhku.
“Lo yang waktu itu pingsan kan? Lo suka kesini juga? disini itu tempat favorit gue sama seseorang, kita berdua nggak pernah absen kesini apalagi saat musim gugur seperti ini” ujarnya menerawang.
“Claudia?” tanyaku sambil melemparkan tatapan ingin tahu pada pria yang sedang mengotori kanvas putihnya dengan cat warna merah dan coklat miliknya. Ku perhatikan perubahan wajahnya yang tadi biasa saja kini mulai memucat, seketika itu juga tangannya berhenti menari di atas kanvas. Dengan sigap dan tatapan mencekam dia melontarkan pertanyaan padaku.
“Dari mana kau tahu soal Claudia?”
“Aduh Evelyn! mengapa kau seceroboh ini? Tidak seharusnya kau mengucapkan kata yang begitu menyayat hati pria ini.” benakku. Kurasakan suasana yang begitu dingin diantara kita berdua. Rasanya aku ingin berlari dan menawarkan diriku untuk dimakan hiu atau apalah yang membuatku tak menampakkan batang hidungku lagi dihadapannya. Namun kaki ku terasa lumpuh, darahku terasa berhenti mengalir dan bibirku membisu. Aku mencoba mencari cara untuk meredakan situasi ini namun tak ada satu solusi pun terbesit di pikiranku. 
“Se-sebenarnya….” aku mulai membuka pembicaraan secara terbata-bata dan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Dari kecelakaan yang kualami, kondisi jantungku saat setiap bertemu dengannya, sampai transplantasi jantung milik Claudia.
“Itulah sebabnya aku mengetahui kisah kalian. Maafkan a…”
“Mengapa aku tidak pernah tahu akan hal itu? Aku adalah tunangannya, dan sekarang saat aku sudah melupakannya kau mengatakan bahwa jantung Claudia ada pada tubuhmu? Pantas saja aku merasakan hal yang sama setiap bertemu denganmu, aku yakin ada yang berbeda pada dirimu, dan ternyata perasaanku ini memiliki kebenaran” sela Carlos memotong ucapanku sambil menatapku seperti singa yang ingin melahapku sebagai santap siangnya.
Aku tahu perasaannya saat ini sedang terpukul, memang berat baginya untuk menerima kenyataan ini. Akupun sulit untuk menerima apa yang telah terjadi pada diriku. Kubiarkan dia membisu sambil mulai menghancurkan lukisannya dengan mencorat-coret kanvasnya tak beraturan yang membentuk lukisan “Abstrak”. Suasana yang tadinya bersahabat mulai terasa tak bersahabat lagi. Langit Inggris yang mulai senja dengan hujan daun kering yang sedari tadi menjadi latar tempat kami terdiam ini terasa begitu mengerikan. Rintikan hujan membuat suasana menjadi semakin haru. Apa ini? Hanya dengan percakapan singkat tadi, apa aku benar-benar jatuh cinta padanya? Inikah cinta pertamaku? Haruskan Carlos? Mengapa cinta pertamaku begitu menyedihkan?! Jantungku terasa sangat sakit, ini sudah kali kedua aku merasakan jantungku mengalami pergolakan seperti ini, yang pertama saat aku bertemu dengan Uncle Josh sebulan lalu. Ku genggam sweeter ku sambil meringkih kesakitan, mataku mulai berkunang-kunang, dan kurasakan sarafku berhenti sejenak dan alhasil aku tak sadarkan diri.
Seseorang sepertinya sedang menggendongku. Aku bisa merasakan nafasnya yang tersengal-sengal, di dalam pelukannya aku merasa nyaman. Aku juga bisa mendengar denyut jantungnya yang berdetak cepat, sama seperti detak jantungku saat ini. Ia nampaknya begitu khawatir dengan keadaanku. Aku ingin sekali melihat orang ini, tetapi mataku tidak dapat terbuka…
Aku tidak tau sudah pingsan selama berapa jam, tetapi yang pasti sekarang mataku seperti menempel dan aku kesulitan untuk membuka kelopak mataku. Namun usahaku yang gigih membuahkan hasil yang manis. Ketika mataku sudah benar-benar terbuka, yang aku lihat hanya ruangan yang cukup luas yang sudah bisa ku pastikan bahwa saat ini aku sedang terbaring di kasur Rumah Sakit. Kulihat pamanku tampak kebingungan ditemani seorang pria yang sedang terlelap di sisi kanan ranjangku sambil menggengam tanganku erat. Siapa dia?
“Evelyn, kamu sudah sadar?!” Om Josh tersentak melihat aku yang sudah siuman. Ia langsung mengecek keadaanku secara seksama.
“Kamu baik-baik saja bukan? Maafkan pamanmu karena tidak memperhatikan kondisimu sayang” Sambung Paman Josh. Karena reaksi Paman Josh yang cukup menghebohkan itu pria yang sedang terlelap di sampingku pun ikut terbangun dari tidurnya. Carlos, yak aku yakin itu adalah Carlos, tapi mengapa Carlos ada disini? bukannya tadi ia marah dan membisu seperti tak memperdulikanku? Lalu apa yang dia lakukan sekarang sehingga ia berada disini?
“Evelyn, you’re awake? are you all right?” Cara pria itu mencemaskanku terasa tidak aneh bagiku. Aku justru merasa bahagia akan kekhawatirannya.
“I’m so sorry, seharusnya aku tidak marah padamu dan tidak menyakitimu seperti ini. Aku sudah lama melupakan Claudia, namun saat kau menyebut nama itu lagi, aku merasa sangat bersalah padanya. Aku menyukai mu Evelyn. semenjak kau menabrakku saat di koridor kampus, jantungku terasa aneh, aku sering mengikutimu dan memperhatikanmu berdoa di Great Hall Christ Church, melihatmu membaca buku di Bodleian library atau di Radcliffe Camera library, dan mendengarkan lagu klasik favoritmu yaitu Nocturne no.2 in E-Flat Major vol.9 no.2 oleh Frédéric Chopin versi dari Vladimir Ashkenazy di atas Bridge of Sighs, Iffley Lock, Tom Tower dan di sekitar Pasture Kristus Church. Iyakan?” Singkat Carlos menggambarkan  perasaannya dan membuatku tersentuh.
“Perasaanku pun demikian Carlos. Tapi aku hanya takut akan menyakitimu nantinya, dan aku tidak yakin apa kau benar-benar sayang padaku atau hanya karena ini adalah jantung Claudia” Jawabku lirih sambil menunjuk dadaku.
“Aku sudah melupakan Claudia, sungguh. Aku janji tidak akan ada yang tersakiti jika kita selalu bersama Evelyn. Percayalah aku akan selalu ada untuk mu” rayu Carlos padaku sambil membelai punggung tanganku lembut.
“Hmm.. baiklah, aku percaya padamu. Tapi ada beberapa permintaan yang harus aku lakukan bersamamu, maukan kau mengabulkannya untukku?” tanyaku riang.
“Ya, tentu. Cepatlah sembuh dan kita akan nikmati musim gugur ini bersama” balas Carlos sambil mengacak-acak rambutku.
#
“Aku sudah membawamu ke Queen Mary’s Garden dan London Eye untuk berjalan-jalan, belanja, makan, bermain dan menikmati indahnya musim gugur saat malam hari di kota London, dan aku hampir menyelesaikan lukisan untukmu Evelyn yang menyebalkan. Lalu apa permintaan ketiga mu?” sidik Carlos padaku sambil melihat list permintaanku.

Pria di sebelahku ini sedang membaca tiga permohonan yang kuberikan empat hari lalu, aku menatapnya lekat-lekat sambil menyeruput iced blue milikku. Sangat lucu raut wajahnya yang menebak-nebak apa yang akan ku lakukan.
“Tunggu saja, dua hari lagi kan musim gugur berakhir dan kau akan tau rahasia di balik musim gugur ini, yang mungkin tidak pernah kau ketahui” sela ku dengan seutas senyum.
“Tapi aku tidak sabar untuk mengetahuinya” tukasnya dengan nada sedikit kesal.
“Tunggu saja sampai waktunya tiba, dan sekarang nikmati saja pemandangan London Eye yang sangat luar biasa ini” balasku sambil menyandarkan tubuhku pada pundak Carlos.
Tiba-tiba saja jantungku terasa dihantam. Aku mencoba untuk menahannya tapi rasa sakit ini teramat dalam kurasakan, keringat dingin mulai membasahi sekujur tubuhku, tak ada tenaga tersisa untuk sekedar mengangkat tangan guna meminta pertolongan. Air mataku mengalir tanpa aku harapkan, kurasakan cairan dingin berwarna merah mengalir dari hidungku, gelap! Itu yang kulihat dan BAMM!! Aku tersungkur diatas rumput yang saat itu basah karena tetesan embun malam. Kucoba untuk meraih kerah baju Carlos, namun nihil aku sudah tergeletak lemah tak berdaya. Kurasakan ada seseorang yang menggoyahkan badanku sambil terisak dan memeluk erat tubuhku.
Tak lama kemudian, aku melihat Ayah dan Ibuku menghampiriku.
“Sudah lama kita tak bertemu, kau sudah cukup dewasa sekarang. Dan sekarang saatnya kita kembali bersama Evelyn” kata ibuku lembut dan dengan senyuman yang sudah lama kurindukan.
Aku sangat senang bisa melihat ayah dan ibuku lagi, kini mereka tampak lebih muda. Mereka mengulurkan tangan dan menggandengku sambil berkeliling kota London dengan rasa bahagia menyelimuti kami, aku bercerita tentang semua yang telah kulalui tanpa mereka. Dan aku mengatakan bahwa aku mempunyai seorang kekasih yang sangat kucintai, Carlos. Saat sedang asiknya aku menceritakan semuanya, ayahku berkata “Evelyn, sadarlah..” itulah kata terakhir yang bisa kutangkap sebelum mereka menghilang…

Aku terperanjat ketika Evelyn, kekasihku yang baru saja berbincang disebelahku tiba-tiba tersungkur dalam keadaan lemas. Aku berusaha membangunkannya sambil terisak dan memeluknya. Tanpa pikir panjang kularikan Evelyn ke Rumah Sakit terdekat dan kutelpon Uncle Josh agar ia segera datang. Lima menit kemudian Uncle Josh datang dengan wajah pucat dan cemas. Aku memperlihatkan Evelyn yang sedang tidur tak berdaya dan di cekoki oleh alat kedokteran yang tak kumengerti apa itu.
“Carlos, bagaimana keadaan keponakanku?” Tanya Uncle Josh cemas.
“Entahlah Uncle, dokter belum bisa memprediksi keadaannya. Lebih baik sekarang kita berdoa” jawabku lemas.
“Semoga saja Evelyn cepat sadar” tuturnya sambil menepuk pundakku.
Suasana Rumah Sakit begitu menegangkan ditambah lagi suara alat-alat kedokteran yang sangat menyakitkan bila di dengar, dokter dan suster berlarian kesana-kemari mengantar pasien, aroma obat-obatan membuatku mual. Di dalam keramaian ini aku merasa sangat kesepian, hanya nafas dan detak jantungku yang dapat terdengar.
“Los, mungkin ini saatnya Paman mengatakan padamu. Satu bulan yang lalu saat Evelyn ke London ia mengalami kejadian seperti ini. Dan ternyata ia mengalami kebocoran jantung yang terjadi karena tubuhnya mengalami penolakan terhadap jantung yang di berikan oleh Claudia, dokterpun mendiagnosis umur Evelyn kemungkinan hanya sampai musim salju tiba, ia selalu ingin mengatakannya padamu, tapi ia terlalu takut dan mengurungkan niatnya. Dan ketika ia tahu kau memiliki perasaan padanya, bukannya senang ia malah sedih karena akan meninggalkanmu, maka dari itu dia membuat tiga permintaan itu, dan ini adalah permintaan ketiga yang ia maksud” jelas Uncle Josh sembari mengeluarkan kaset dari saku jasnya. Dan…
“Tiiiiiiiittttttt” suara elektrokardiogram berbunyi yang menandakan jantung, nadi dan paru-paru Evelyn sudah tak bekerja lagi. Tubuhku mematung saat mendengarnya, air mataku keluar begitu saja, tak sanggup ku melihat wanita yang kucintai terbujur kaku di hadapanku, dalam keadaan ini terlihat jelas Evelyn masih menampakkan seutas senyum, kulitnya yang kian memucat masih terlihat manis, selimut mulai menutupi wajah cantiknya dan aku berlari untuk memeluk jasad Evelyn dengan perasaan sangat menyesal. 
#
“Hay Carlos! Mungkin saat kamu ngeliat video ini aku udah nggak ada. Tapi lukisan yang aku minta udah jadi kan? Pengen banget deh aku liat gimana sih lukisan yang kamu buat untuk aku? Bagus gak? Awas aja kalau jelek.” Ucap Evelyn tertawa dengan nada yang terdengar lirih. Nampaknya ia menahan rasa sakit yang sedang ia alami.
“Inilah permintaan terakhirku yang pernah kujanjikan, di luar sana mungkin salju sudah turun. Kamu tau nggak Los, pengorbanan cinta saat penghujung musim gugur itu bukan hanya sekedar keajaiban? Mitosnya kita bakal dikelilingi kebahagiaan jika ada pengorbanan yang kita lakukan saat musim gugur berakhir. Pertemuan singkat kita ini lucu yaa Los, aku suka sama kamu cuma gara-gara ini jantung mantan kekasihmu hahaha. Nah inilah pengorbanan yang harus aku lakukan buat kamu. Begitupun kamu, kamu harus mengikhlaskan kepergianku ya Los, Aku bakal selalu ada buat kamu Los, makasi ya udah nemenin aku beberapa hari ini, aku janji aku akan selalu menjadi bunga saat musim semi tiba, menjadi matahari saat musim panas tiba, menjadi angin saat musim gugur tiba dan menjadi salju saat musim dingin tiba. Aku akan selalu mencintaimu Carlos. Berjanjilah untuk terus hidup. Life must go on, aku yakin suatu saat nanti pasti kita akan bertemu, walau mungkin di alam yang berbeda hahaha” tuturnya dari dalam video yang terpampang di tv apartemenku.
Video itu berhasil membuat ku menangis sambil tersenyum mengingat tingkah lucu yang selalu dilakukannya dihadapanku. Berat rasanya untuk mengikhlaskan kepergiannya. Aku terlanjur cinta padanya.
Sambil mengenang masa-masa ketika aku bersamanya, kulihat salju yang mulai menghujani Oxfordcity melalui jendela kamarku. Hatiku terasa tenang saat melihatnya, rasanya begitu damai dan langit negara empat musim ini benar-benar indah ketika sedang turun salju. Ku tolehkan sedikit leherku ke samping jendela, terdapat lukisan yang ku gantung dan ku buat special untuk Evelyn, disitu terlukis wajah Evelyn sedang tertawa lepas menggunakan gaun putih panjang, sedang membawa buket bunga dengan kepala dilingkari oleh bunga daisy, dan terlihat seorang lelaki yang tidak lain dan tidak bukan adalah aku, yang sedang merangkul pinggangnya dengan bahagia, ditambah lagi latar belakang daun maple yang terjatuh karena tiupan angin, menandakan musim gugur sedang berlangsung. Di lukisan itu terdapat pula tulisan dengan cat berwarna merah “Autumn is the best season because Autumn is a second spring, when every leaf is a flower. And in this Autumn I find my flower. Will you marry me?”
-Musim gugur adalah musim terbaik karena musim gugur adalah musim semi kedua, ketika daun diibaratkan sebagai bunga. Dan musim gugur kali ini aku telah menemukan bunga yang kucari. Maukah kau menikah denganku?-

#

Lima bulan kemudian saat sedang mengunjungi makam Evelyn, tak sengaja aku berpapasan dengan orang yang sudah tidak asing lagi di otakku. Evelyn? Apakah itu Evelyn? Apakah Evelyn kembali untukku?

~The End~

FALL’S SECRET
(Rahasia Musim Gugur)

By:
Dewa Ayu Tri Sintha Dewi
XI Mia Ekonomi 2
08